Persona Intikalia

30 Okt 2009

Kaba Nina, Kaba Sahaya Cinta

(bagian 1)

Suatu malam yang senyap. Malam pun tidur karena senyapnya. Terjaga sebuah impi seorang anak perempuan, sebut saja Nina. Dalam lelapnya dia berjalan lewati lorong sepi. Terlihat nan jauh di ufuk matanya sebuah cahaya kecil bersinar. Dia dekati dengan perlahan dengan tanda tanya besar alam otak bawah sadarnya. Nina sedikit ragu akan cahaya itu. Semakin ia mendekat, semakin kabur saja cahaya itu. Blaaaarrrr ... Cahaya itu sungguh menyilaukan. Tiba-tiba dilihatnya seorang anak lelaki. Nina amat yakin bahwa ia amat mengenal raut wajah itu. Yah ... Nina memang mengenalnya. Seorang anak laki-laki dengan kacamata minusnya, rambut yang klemis khas anak laki-laki itu. Hati Nina ... bertanya-tanya tentang apa yang ia lihat. Anak itu ... anak lelaki yang Nina sukai. Nina amat tak menyangka 'kan bertemu dengannya di dimensi itu. Sejurus dengan itu, Nina melepaskan kata dari lisannya seakan menyapa anak lelaki itu. Namun ... anak lelaki itu hanya diam ketika disapa oleh Nina. Dia hanya memandang dengan pandangan kosong pada Nina. Nina terdiam ... Nina mulai ragu dengan apa yang dilihatnya. Tiba-tiba terdengar suara yang memekikkan telinga Nina. Ditutupnya telinga dan memejamkan mata, takut akan suara keras itu. Terhentak diri Nina -- bangun dari mimpi itu.

Saat itu ... Nina melihat jam di kamarnya, jam satu malam. Pikirnya, aah ... ini hanya mimpi. Tapi, aku mimpi apa, siapa anak laki-laki itu, kenapa ketika aku bertemu anak itu - aku merasa suka dengan anak itu? -- Beribu tanya dalam otak kecil Nina dan itu membuatnya tak bisa tidur untuk sejenak waktu. Nina mulai berpikir mendalam tentang mimpinya itu. Sambil membuka jendela kamarnya, ia melihat bintang yang bersinar malam itu. Angin malam berhembus membelai rambut Nina yang bergelombang. Dari arah Barat, Nina melihat bulan yang hampir saja purnama. Dengan mata sayup, Nina kesulitan untuk tidur karena mimpi barusan. Dipikirkannya terus -- hingga ia mulai mengingat bahwa mimpi ini berkali-kali ia alami. Mimpi yang pertama, ia hanya melihat anak itu saja dan selalu berakhir dengan keadaan seperti itu. Namun, ia mulai menyadari -- setiap kali mimpi, semakin ada rasa saja Nina dengan anak laki-laki itu. Entah apa yang membuat Nina suka pada anak itu. Mungkinkah karena ...

Auman kantuknya mulai menghampiri, mata Nina semakin berat. Saatnya untuk melanjutkan tidur.

Besoknya ... ia harus berangkat ke kampus pagi-pagi. Sudah jam setengah tujuh pagi -- waktunya ke kampus. Dengan jalan kaki, Nina pergi ke kampus. Tiba-tiba Nina melihat seorang yang tak jauh berada di depannya begitu tak asing baginya. Nina mempercepat jalannya dan seakan mengikuti arah jalan anak itu. Kemudian ... ternyata Nina harus berhenti mengejar anak itu karena banyak kendaraan di jalan itu yang lalu lalang. Setelah kendaran mulai sedikit yang lalu lalang, Nina kehilangan jejak anak itu. Ah ... Nina kemudian mengusap kedua matanya. Menetralkan otaknya dari ingatan terhadap apa yang baru saja terjadi. Dilanjutkannya pergi ke kampus.

Sesampainya di kampus, ia masuk dalam kelas. Mendengarkan dosen yang sedang menjelaskan kuliah. Nina duduk paling belakang dua bangku dari sebelah kanan. Serius Nina mendengarkan paparan si dosen. Bayangan berkelebat di balik pintu kelas yang terbuka sikit sekali. Fokusnya pudar karena itu. Pikiran Nina semakin tak enak saja dengan beberapa hal yang telah ia alami. Tak lama kemudian, satu jurusan dihebohkan oleh sebuah kejadian. Kuliah langsung amburadul ketika seorang pegawai di kampus itu menemukan seorang anak laki-laki yang tak lagi bernyawa tergantung di lantai tiga. Semua orang di kampus mengerumuni tempat kejadian itu. Dengan penuh tanda tanya, Nina bergegas ke tempat itu. Nina bersama teman-temannya sejurusan naik ke lantai tiga untuk melihat apa benar hal itu terjadi.

Mata Nina terbelalak melihat mayat anak laki-laki itu. Ia amat kaget dengan kejadian itu. Nina amat tahu betul siapa dia. Dia ... dia yang sering muncul dalam mimpi Nina. Ternyata sekarang dia hanya tinggal nama saja. Tanpa kata ... Nina membisu lalu duduk dengan linangan air mata yang meleleh dari mata membasahi pipi mulusnya. Dalam pikir Nina, mengapa harus dia yang mati ... apalagi dengan cara yang mengenaskan seperti ini. Aneh sekali memang, Nina saja tak begitu mengenal anak laki-laki ini -- namun, mengapa Nina harus begitu. Pantas saja begitu. Bukankah Nina selalu bermimpi tentang bertemu dengan dia akhir-akhir ini. Dari mimpi yang biasa, namun terus berulang -- mungkin inilah yang membuat Nina semakin suka saja dengan anak laki-laki itu. Air mata Nina tak berhenti sampai-sampai teman perempuan Nina bertanya kepadanya, Nina ... mengapa kau menangis, apa kau mengenalnya? Nina hanya terdiam bisu. Namun, isaknya terdengar meski lirih.

***

Nina ... dalam kesendiriannya di kelas, ia memikirkan mimpi-mimpinya. Ia mulai mengingat mimpinya saat itu. Saat itu ... dalam mimpinya ia bertemu seorang anak laki-laki yang seakan-akan begitu ia kenal, dan anak laki-laki itu menyatakan cinta pada Nina. Namun, Nina saat itu amat tak siap dengan hal itu. Kemudian Nina memberikan tangguh waktu untu berpikir tentang jawabannya ... terima atau tidak. Nina mulai memahami kaitan satu mimpi dengan mimpi-mimpinya yang lain. Mungkinkah ... kedatangannya dalam mimpi-mimpi itu adalah untuk menanyakan apa jawaban dari keputusan Nina. Sayangnya Nina tak paham saat itu. Mimpi itu terus berulang, namun Nina tetap tak paham akan makna mimpi itu.

Kejadian bunuh diri di jurusannya itu, membuat Nina menjadi pendiam. Nina selalu berpikir dan menyesal mengapa ia tak tanggap akan hal itu. Ingin saja hal itu dilupakan oleh Nina. Namun, ketika Nina mencoba melupakan hal itu -- semakin melekat saja apa yang telah terjadi. Hari-hari Nina semakin suram. Nina selalu terlambat saat kuliah. Ia selalu diam, termengung, bingung, pesimis dengan hidupnya mendatang. Sempat suatu saat, saat Nina termenung ... Nina seakan-akan melihat anak laki-laki itu di sampingnya. Nina sedikit tersenyum saat melihat anak laki-laki itu di sampingnya, tanpa dia sadari bahwa anak laki-laki telah tiada. Nina melayangkan sapaan terhadapnya anak itu. Hei ... Namun, anak laki-laki itu hanya tersenyum segaris menanggapi sapaan Nina. Nina amat merasa cukup dengan senyumnya yang mendinginkan hati. Kemudian Nina tersadar dari lamunannya. Kesedihan mulai menghampirinya lagi.

Suatu waktu ... Pikiran Nina benar-benar buntu. Seakan-akan pikir ini penat oleh apa yang selalu terdistorsi dalam otak Nina. Ingin saja Nina mengakhiri hidupnya dengan cara yang sama -- cara yang ditempuh anak lelaki itu. Dalam sepi, ketika semua kelas mulai kosong. Nina pergi naik ke lantai tiga. Dengan apa yang telah ia persiapkan untuk mengakhiri hidupnya. Nina mulai naik ke lantai dua. Srek ... srek ... langkah Nina dengan segala kebosanannya tersiksa oleh rasa yang ia alami akhir-akhir ini. Kemudian lantai tiga sudah di depan mata. Saat sampai ke lantai tiga, tak sengaja Nina menabrak pundak seorang anak lelaki. Ternyata ia adalah anak laki-laki itu. Nina terhenyak kaget dengan apa yang baru saja ia lihat. Kemudian anak laki-laki itu memegang tangan Nina seraya tersenyum pada Nina dengan mengisyaratkannya lewat matanya sebuah kata.

Tidaaaaaaaaaaakkkk !!!

Nina terbangun dari mimpinya. Keringat mulai rata di tubuh Nina. Nafas yang tersengah-sengah masih hinggap di dada Nina. Baru saja ia mengalami mimpi yang aneh. Nina mimpi di dalam mimpi. Nina ... ia mengambil segelas air kemudian meminumnya. Terasa mulai lega dadanya yang sesak.

... Esok harinya,

Saat di kampus. Nina keluar dari toilet setelah cuci muka dan cuci tangan. Saat keluar, Nina tak sengaja menabrak seorang anak laki-laki yang juga keluar dari toilet laki-laki. Nina sadar bahwasannya anak laki-laki itu bukan anak dari jurusannya. Mungkin juga anak jurusan sebelah. Namun, seakan-akan Nina amat mengenalnya. Yah ... anak laki-laki itu adalah anak laki-laki di mimpinya yang aneh tadi malam. Oh ... sorry, maaf -- Nina meminta maaf karena menabrak anak laki-laki itu. Anak laki-laki itu pun, Oh gapapa kug ... Eh kamu dari jurusan mana? Kug aku ga pernah liat kamu -- tanya Nina. Oh .. aku dari jurusan sebelah .... kenalin, panggil aja aku "Boy". OK ... Boy, aku Nina -- sahut Nina.

(bersambung ke bagian 2)


mau baca offline, download .pdf-nya di sini

2 komentar:

  1. tentang shipit dari ubuntu, alamat yang sama, blm di ketahui apakah di perbolehkan, musti bersabar menunggu kabar dari kawan2 komunitas ubuntu, apakah mereka menerima kiriman shipit

    kamu juga bisa mendapat penjelasan di sini
    http://forum.linux.or.id/viewtopic.php?f=2&t=20080

    BalasHapus
  2. yup .... sepertinya aku keenakan pesan terus tanpa memikirkan Canonical-nya ... hehehe

    BalasHapus